Friday, 8 October 2010

Sama Rasa, Samakan Arti.

Dan malam itu gue nangis gak terkontrol. Ada rasa takut yang terlampau sangat. Gue mondar-mandir, sendirian, di kamar. Masih mewek. Gue hantam-in badan ke kasur, paksa tidur. Ah, isakan gue makin bengis.

Oh, Tuhan. Apa gerangan yang menghukum batin ini. Perih..

Gue mulai gak waras. Bayangan cowok gue datang. Gue panggil-panggil namanya. Dia hening. Gue kejar, dia jauh. Moustaphaaa.. Moustaphaaa.. Kenapa lo diam disana, sayang?! Dia masih belum hilang juga.

Kini sudah dini hari. Moustapha gak lepas dari pikiran gue. Dingin dan ngilu bersarang seenak mereka dalam hati. Gue masih sadar. Jarum jam menujuk angka 2 dan 12. Gue capek. Gue lemes. Tapi masih dengan pilu.

Namanya seakan tasbih gue. Lamunannya jadi harapan. Kalimatnya itu do'a. Oh, betapa gue kangen dia yang pertama. Wangi sengit yang murni. Kilauan indahnya sorot mata yang lapar. Tempo jantungnya yang kacau. Dan lagi bijaksananya ia menyeka airmata gue.

Kita gak saling tau. Gak juga diutarakan lewat vokal. Ada jendela hati menghubungkan jiwa kita yang tak berdosa. Semakin dewasa kita semakin bergairah untuk berpisah. Memilih dunia masing-masing guna saling melengkapi. Lo dan gue bener-bener berjarak.

Mungkin lo belum paham jika gue pengen ncium lo setiap pagi. Seperti matahari jam 9 yang bangunin gue kalo ada kelas pagi. Lo mungkin juga gak paham kalo gue ingin lo aja yang jadi soulmate gue sampe mati. Karena sesungguhnya gue males kenalan dan pacaran lagi nanti pada suatu pagi.

Dan malam ini gue dapet jawaban atas kegelisahan gue kemarin. Kegelisahan kita, sayang. Karena gue pun gak tau lo ngerasain pedih yang sama. Kok kita malah melebarkan perih. Ini waktunya kita memasang bendera putih. Lambang kita mengakui adanya rasa sayang yang kelewatan. Sama rasa, samakan arti. Sadar, mengerti dan rasional dengan akal sehat.

Gue sayang Lo, ugly..

D.Kiara, 08-10-2010
4:45

No comments:

Post a Comment